PENGETAHUAN DASAR MENDAKI GUNUNG
KENAPA MENDAKI GUNUNG DAN APA MANFAATNYA?
jawabnya adalah ?
Mendaki
gunung seperti kegiatan petualangan lainnya merupakan sebuah aktivitas
olahraga berat. Kegiatan itu memerlukan kondisi kebugaran pendaki yang
prima. Bedanya dengan olahraga yang lain, mendaki gunung dilakukan di
tengah alam terbuka yang liar, sebuah lingkungan yang sesungguhnya bukan
habitat manusia, apalagi anak kota.
Pendaki
yang baik sadar adanya bahaya yang bakal menghadang dalam aktivitasnya
yang diistilahkan dengan bahaya obyektif dan bahaya subyektif. Bahaya
obyektif adalah bahaya yang datang dari sifat-sifat alam itu sendiri.
Misalnya saja gunung memiliki suhu udara yang lebih dingin ditambah
angin yang membekukan, adanya hujan tanpa tempat berteduh, kecuraman
permukaan yang dapat menyebabkan orang tergelincir sekaligus berisiko
jatuhnya batu-batuan, dan malam yang gelap pekat. Sifat bahaya tersebut
tidak dapat diubah manusia.
Hanya
saja, sering kali pendaki pemula menganggap mendaki gunung sebagai
rekreasi biasa. Apalagi untuk gunung-gunung populer dan “mudah” didaki,
seperti Gede, Pangrango atau Salak. Akibatnya, mereka lalai dengan
persiapan fisik maupun perlengkapan pendakian. Tidak jarang di antara
tubuh mereka hanya berlapiskan kaus oblong dengan bekal biskuit atau air
ala kadarnya.
Meski
tidak dapat diubah, sebenarnya pendaki dapat mengurangi dampak
negatifnya. Misalnya dengan membawa baju hangat dan jaket tebal untuk
melindungi diri dari dinginnya udara. Membawa tenda untuk melindungi
diri dari hujan bila berkemah, membawa lampu senter, dan sebagainya.
Sementara
bahaya subyektif datangnya dari diri orang itu sendiri, yaitu seberapa
siap dia dapat mendaki gunung. Apakah dia cukup sehat, cukup kuat,
pengetahuannya tentang peta kompas memadai (karena tidak ada rambu-rambu
lalu lintas di gunung), dan sebagainya.
Sebagai
gambaran, Badan SAR Nasional mendata bahwa dari bulan Januari 1998
sampai dengan April 2001 tercatat 47 korban pendakian gunung di
Indonesia yang terdiri dari 10 orang meninggal, 8 orang hilang, 29 orang
selamat, 2 orang luka berat dan 1 orang luka ringan, dari seluruh
pendakian yang tercatat (Badan SAR Nasional, 2001)
Data
lain, sejak tahun 1969 sampai 2001, gunung Gede dan Pangrango di Jawa
Barat telah memakan korban jiwa sebanyak 34 orang. Selanjutnya, dari
4000 orang yang berusaha mendaki puncak Everest sebagai puncak gunung
tertinggi di dunia, hanya 400 orang yang berhasil mencapai puncak dan
sekitar 100 orang meninggal. Rata-rata kecelakaan yang terjadi pada
pendakian dibawah 8000 m telah tercatat sebanyak 25% pada setiap periode
pendakian.
Kedua
bahaya itu dapat jauh dikurangi dengan persiapan. Persiapan umum yang
harus dimiliki seorang pendaki sebelum mulai naik gunung antara lain:
- Membawa alat navigasi berupa peta lokasi pendakian, peta, altimeter [Alat pengukur ketinggian suatu tempat dari permukaan laut], atau kompas. Untuk itu, seorang pendaki harus paham bagaimana membaca peta dan melakukan orientasi. Jangan sekali-sekali mendaki bila dalam rombongan tidak ada yang berpengalaman mendaki dan berpengetahuan mendalam tentang navigasi.
- Pastikan kondisi tubuh sehat dan kuat. Berolahragalah seperti lari atau berenang secara rutin sebelum mendaki.
- Bawalah peralatan pendakian yang sesuai. Misalnya jaket anti air atau ponco, pisahkan pakaian untuk berkemah yang selalu harus kering dengan baju perjalanan, sepatu karet atau boot (jangan bersendal), senter dan baterai secukupnya, tenda, kantung tidur, matras.
- Hitunglah lama perjalanan untuk menyesuaikan kebutuhan logistik. Berapa banyak harus membawa beras, bahan bakar, lauk pauk, dan piring serta gelas. Bawalah wadah air yang harus selalu terisi sepanjang perjalanan.
- Bawalah peralatan medis, seperti obat merah, perban, dan obat-obat khusus bagi penderita penyakit tertentu.
- Jangan malu untuk belajar dan berdiskusi dengan kelompok pencinta alam yang kini telah tersebar di sekolah menengah atau universitas-universitas.
- Ukurlah kemampuan diri. Bila tidak sanggup meneruskan perjalanan, jangan ragu untuk kembali pulang.
Memang,
mendaki gunung memiliki unsur petualangan. Petualangan adalah sebagai
satu bentuk pikiran yang mulai dengan perasaan tidak pasti mengenai
hasil perjalanan dan selalu berakhir dengan perasaan puas karena
suksesnya perjalanan tersebut. Perasaan yang muncul saat bertualang
adalah rasa takut menghadapi bahaya secara fisik atau psikologis. Tanpa
adanya rasa takut maka tidak ada petualangan karena tidak ada pula
tantangan.
Risiko mendaki gunung yang tinggi, tidak menghalangi para pendaki untuk tetap melanjutan pendakian, karena Zuckerma menyatakan bahwa para pendaki gunung memiliki kecenderungan sensation seeking [pemburuan sensasi]
tinggi. Para sensation seeker menganggap dan menerima risiko sebagai
nilai atau harga dari sesuatu yang didapatkan dari sensasi atau
pengalaman itu sendiri. Pengalaman-pengalaman yang menyenangkan maupun
kurang menyenangkan tersebut membentuk self-esteem [kebanggaan /kepercayaan diri].
Pengalaman-pengalaman
ini selanjutnya menimbulkan perasaan individu tentang dirinya, baik
perasaan positif maupun perasaan negatif. Perjalanan pendakian yang
dilakukan oleh para pendaki menghasilkan pengalaman, yaitu pengalaman
keberhasilan dan sukses mendaki gunung, atau gagal mendaki gunung.
Kesuksesan yang merupakan faktor penunjang tinggi rendahnya self-esteem,
merupakan bagian dari pengalaman para pendaki dalam mendaki gunung.
Fenomena
yang terjadi adalah apakah mendaki gunung bagi para pendaki merupakan
sensation seeking untuk meningkatkan self-esteem mereka? Selanjutnya,
sensation seeking bagi para pendaki gunung kemungkinan memiliki hubungan
dengan self-esteem pendaki tersebut. Karena pengalaman yang dialami
para pendaki dalam pendakian dapat berupa keberhasilan maupun kegagalan.
Persiapan mendaki gunung
Persiapan umum untuk mendaki gunung antara lain kesiapan mental, fisik, etika, pengetahuan dan ketrampilan.
Kesiapan mental.
Mental amat berpengaruh, karena jika mentalnya sedang fit, maka fisik pun akan fit, tetapi bisa saja terjadi sebaliknya.
Kesiapan fisik.
Beberapa
latihan fisik yang perlu kita lakukan, misalnya : Stretching
/perenggangan [sebelum dan sesudah melakukan aktifitas olahraga,
lakukanlah perenggangan, agar tubuh kita dapat terlatih kelenturannya].
Jogging (lari pelan-pelan) Lama waktu dan jarak sesuai dengan kemampuan
kita, tetapi waktu, jarak dan kecepatan selalu kita tambah dari waktu
sebelumnya. Latihan lainnya bisa saja sit-up, push-up dan pull-up
Lakukan sesuai kemampuan kita dan tambahlah porsinya melebihi porsi
sebelumnya.
Kesiapan administrasi.
Mempersiapkan seluruh prosedur yang dibutuhkan untuk perijinan memasuki kawasan yang akan dituju.
Kesiapan pengetahuan dan ketrampilan.
Pengetahuan
untuk dapat hidup di alam bebas. Kemampuan minimal yang perlu bagi
pendaki adalah pengetahuan tentang navigasi darat, survival serta EMC
[emergency medical care] praktis.
Perencanan pendakian.
Hal
pertama yang ahrus dilakukan adalah mencari informasi. Untuk
mendapatkan data-data kita dapat memperoleh dari literatur- literatur
yang berupa buku-buku atau artikel-artikel yang kita butuhkan atau dari
orang-orang yang pernah melakukan pendakian pada objek yang akan kita
tuju. Tidak salah juga bila meminta informasi dari penduduk setempat
atau siapa saja yang mengerti tentang gambaran medan lokasi yang akan
kita daki.
Selanjutnya buatlah ROP (Rencana Operasi Perjalanan).
Buatlah perencanaan secara detail dan rinci, yang berisi tentang daerah
mana yang dituju, berapa lama kegiatan berlangsung, perlengkapan apa
saja yang dibutuhkan, makanan yang perlu dibawa, perkiraan biaya
perjalanan, bagaimana mencapai daerah tersebut, serta prosedur
pengurusan ijin mendaki di daerah tersebut. Lalu buatlah ROP secara
teliti dan sedetail mungkin, mulai dari rincian waktu sebelum kegiatan
sampai dengan setelah kegiatan. Aturlah pembagian job dengan anggota
pendaki yang lain (satu kelompok), tentukan kapan waktu makan, kapan
harus istirahat, dan sebagainya.
Intinya dalam perencanaan pendakian, hendaknya memperhatikan :
¦ Mengenali kemampuan diri dalam tim dalam menghadapi medan.
¦ Mempelajari medan yang akan ditempuh.
¦ Teliti rencana pendakian dan rute yang akan ditempuh secermat mungkin.
¦ Pikirkan waktu yang digunakan dalam pendakian.
¦ Periksa segala perlengkapan yang akan dibawa.
Perlengkapan dasar perjalanan
¦ Perlengkapan jalan : sepatu, kaos kaki, celana, ikat pinggang, baju, topi, jas hujan, dll.
¦ Perlengkapan tidur : sleeping bag, tenda, matras dll.
¦ Perlengkapan masak dan makan: kompor, sendok, makanan, korek dll.
¦ Perlengkapan pribadi : jarum , benang, obat pribadi, sikat, toilet paper / tissu, dll.
¦ Ransel / carrier.
Perlengkapan pembantu
¦ Kompas, senter, pisau pinggang, golok tebas, Obat-obatan.
¦ Peta, busur derajat, douglass protector, pengaris, pensil dll.
¦ Alat komunikasi (Handy talky), survival kit, GPS [kalo ada]
¦ Jam tangan.
Packing atau menyusun perlengkapan kedalam ransel.
Kelompokkan barang barang sesuai dengan jenis jenisnya.
Masukkan dalam kantong plastik.
Letakkan barang barang yang ringan dan jarang penggunananya (mis : Perlengkapan tidur) pada yang paling dalam.
Barang barang yang sering digunakan dan vital letakkan sedekat mungkin dengan tubuh dan mudah diambil.
Tempatkan barang barang yang lebih berat setinggi dan sedekat mungkin dengan badan / punggung.
Buat Checklist barang barang tersebut.
Mengenal Jenis Gunung dan Grade Pendakian
Pada garis besar gunung terbagi menjadi 2, yaitu gunung berapi/aktif dan tidak aktif.
Berdasar bentuknya dibagi menjadi :
Gunung berapi perisai (Gunung berapi lava) == seperti perisai
Gunung berapi strato
Gunung
berapi maar == Gunung berapi yang meletus sekali dan segala aktivitas
vulkanisme terhenti, yang tinggal hanya kawahnya saja.
Macam
dan tingkat pendakian gunung macam pendakian, yaitu pendakian gunung
bersalju (es) dan gunung batu. Keduanya mambutuhkan persiapan dan
perlengkapan yang matang. Menurut Club “Mountaineers”, Seatle
Washington, dasar pembagian tingkat pendakian ada dua cara.
1. Berdasar penggunaan alat teknis yang dipakai ( class)
class 1 ; lintas alam tanpa bantuan tangan
class 2 ; dibutuhkan bantuan tangan
class 3; pendakian yang mudah memerlukan kaki dan tangan dalam mendaki, tali mungkin
dibutuhkanoleh pemula
dibutuhkanoleh pemula
class 4 ; pendakian memerlukan tali pengaman
class 5 ; dibutuhkan tali dan pengaman peralatan lain seperti : piton, runner, chocks dll
class 6 ; mandaki dengan tali dengan peralatan bantuan sepenuhnya berpijak diatas paku tebing,
memenjat rantai sling atau mengunakan stirupss
Pendakian class 4 masuk dalam katagori scrembling [Mendaki
dengan cara mempergunakan badan sebagai keseimbangan serta tangan untuk
berpegangan dengan medan yang miring sampai 45 derajat] dan class 5 – 6 sudah dapat dikatagorikan sebagai climbing [panjat]. Dimana class 5 merupakan free-climbing [Pemanjatan dengan tanpa menggunakan alat tehnis untuk menambah ketinggian, alat hanya sebagai pengaman saja ] dan class 6 adalah artificial climbing [Pemanjatan dengan menggunakan alat tehnis sebagai pembantu menambah ketinggian, misalnya dipijak atau disentak dan dipegang ]. Apa bila dilakukan di gunung batu / cadas disebut rock climbing dan bila dilakukan di gunung es disebut dengan snow and ice climbing .
Ulasan mengenai hal ini dibahas dalam materi tersendiri.
2. Berdasar lama waktu akibat sukarnya pendakian dalam medan pendakian (grade)
- grade I, bagian yang sukar dapat ditempuh dalam beberapa jam
- grade II, bagian yang sukar ditempuh dalam setengah hari
- grade III, bagian yang sukar ditempuh dalam sehari penuh
- grade IV, bagian yang sukar ditempuh dalam sehari penuh dan memerlukan bantuan lereng-lereng sempit untuk bisa naik
- grade V, bagian yang sukar ditempuh dalam waktu 1,5-2,5 hari
- grade VI, bagian yang sukar ditempuh dalam waktu 2 hari atau lebih dan dengan banyak sekali kesulitan
Ulasan mengenai hal ini dibahas dalam materi panjat tebing.
3. Berdasarkan tingkat kemanan pemanjat dari kemampuan alat yang digunakan
- A1 ;aman sekali, peralatan yang dipasang dan digunakan dapat diandalkan untuk menjaga keselamatan pendaki
- A2 ;aman, jikapun terjadi maslah, alat masih dapat diandalkan untuk mencegah akibat yang lebih fatal [misalnya jatuh tidak sampai kedasar]
- A3 ;penggunan alat pengaman cukup aman tetapi tidak dapat diandalkan untuk menjaga resiko jatuh, kecuali dengan pemasngan yang sangat teliti dan fall-faktor yang tidak terlal;u berbeban tinggi. Bila fall faktor tinggi, maka alat-alat akan copot dan pendaki bisa menerima akibat fatal
- A4 ;pengaman yang digunakan tidak dapat diharapkan untuk dapat menahan beban jatuh, cenderung hanya sebagai pengaman psykologis untuk menguatkan mental pendaki
4. Berdasarkan tingkat kesulitan [difficult] medan pendakian
Tingkatan
pedakian dengan dasar perhitungan ini bisa disebut juga dengan
Yossemite Decimal System [YDS]. Pang-katagorian berasal dari USA dan
saat ini banyak di gunakan untuk menentukan grade kesulitan panjat
tebing. Oleh karena itu YDS dimulai dengan grade 5 dan seterusnya.
Pengkatagorian demikian biasanya digunakan untuk jenis pendakian
free-climbing atau free-soloing [Memanjat sendiri tanpa alat bantu dan
pengaman apapun, biasanya pada jalur pendek]
Anehnya
YDS sendiri menyalahi kaidah matematis penghitungan decimal, dimana
misalnya suatu jalur mempunyai ketinggian 5,9 [lima point sembilan] lalu
grade selanjutnya menjadi 5.10 [lima point sepuluh]. Peng-angka-an ini
menjadi “aneh” akibat grade 5.9 lebih rendah dibanding dengan 5.10,
padahal dalam matematika sebaliknya.
YDS
sendiri diawali dengan grade 5.8 atau 5.9, selanjutnya 5.10, 5.11,
5.12, 5.13 dan 5.14. Sampai saat ini tidak ada grade melebihi 5.14.
Perkembangan
keanehan peng-angka-an decimal ini menurut beberapa diskusi pegiatan
pendakian dan panjat tebing akibat kesalahan memprediksikan kemampuan
pendakian pada saat system YDS dipublikasikan. Dimana pada saat itu
diperkirakan kemampuan pendakian / panjat hanya sampai grade 5.9.
Padahal dalam kemudian berkembangan kemampuan pendakian / pemanjatan
yang lebih mutakhir dan luar bisa.
Bahkan
saking sulitnya menentukan dengan hanya angka-angka decimal yang
terbatas, seiring dengan banyaknya jalur pendakian/pemanjatan yang
dibuat oleh kalangan pemanjat, maka grade decimalpun ditambahkan
dibelangkannya dengan alfhabet.
Contoh; 5.12a, 5.13 d atau 5.14 c
Memang
sampai saat sekarang barangkali hanya ada beberapa jalur yang dibuat
manusia dengan grade 5.14, itupun terbatas pada jalur-jalur pendek.
Secara umum grading dengan YDS dapat dijelaskan sebagai berikut :
- 5.8 ; jalur yang ditempuh mudah, grip [pegangan] sangat bisa digunakan oleh bagian tubuh yang ada untuk menambah ketinggian
- 5.9 ; jalur yang ditempuh dengan metode 3 bertahan 1 mencari
- 5.10 ; jalur yang ditempuh dengan metode 3 bertahan 1 mencari, hanya saja perlu keseimbangan [balance] yang baik
- 5.11 ; dapat bertahan pada 2 atau 3 grip dengan satu diantaranya sangat minim dan perlu keseimbangan. Jalur hang hampir bisa dipastikan memiliki grade demikian.
- 5.12 ; terdapat 2 dari 2 kaki dan 2 tangan yang dapat digunakan untuk menambah ketinggian. Dengan kondisi grip yang kecil di satu bagiannya atau paling tidak sama
- 5.13 ; hanya 1 dari diantara 2 kaki dan 2 tangan yang dapat digunakan untuk menambah ketinggian,itupun dengan grip yang sangat minim.
- 5.14 ; “mulus seperti kaca”, tidak mungkin terpikirkan untuk dapat dibuat jalur pendakian/pemanjatan
Makanan (logistik).
Makanan
yang dibawa seharusnya dapat memenuhi kebutuhan energi pendaki, selama
pendakian seserorang membutuhkan sitar 5.000 kalori dan 100 gram
protein, kalori dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi nasi. Namun ada
baiknya hanya memakan nasi satu kali sehari di kala malam (saat
berkemah) alasayanya beras realtif berat dan memerluakan waktu yang lama
untu memasak serta menghabiskan banyak bahan bakar. Fungsi beras dapat
diganti dengan roti, biskuit, coklat, dan hevermit.
Hal
yang perlu diperjatikan hindari mengkonsumsi makanan yang harus dimasak
lebih dahulu selama mendaki, karena hal ini hanya akan merepotkan dan
menghabiskan waktu perjalanan. Pilihlah makanan praktis seperti coklat,
roti, agar-agar, buah-buahan, dapat juga dibuat mixfood yang terdiri
atas kacang, coklat, biskuit dan kismis.
Umumnya
makanan yang paling praktis dibawa adalah makanan instan yang memiliki
kemasan, buanglah kemasan karton sebelum dimasukan dalam ransel dengan
demikian berat ransel dapat berkurang dan makanan yang dibawapun tidak
banyak memakan tempat didalam ransel.
Peralatan lain
Selain
peralatan dan sejumlah perlengkapan, jangan lupa membawa perlengkapan
kecil yang terdanag dirasa sepele, namun amat penting. Perlengkapan itu
berupa obat-obatan seperti pelester, obat merah, tisu basah dan kering,
senter, benang, jarum jahit, jam dan alat tulis. Peralatan itu
terkandang dibutuhkan dalam keadaan darurat atau menjaga tubuh tetap
bersih.
Hal
terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah jangan lupa membawa tas /
kantong plastik, tas plastik tersebut dibutuhkan untuk menaruh
barang-barang yang kotor dan basah sebelum dicuci dan tas plastik juga
berfungsi untuk membawa kembali sampah-sampah pendakian, sampah-sampah
sisa makanan atau berkemah, janganlah dibuang begitu saja di alam
terbuka. Selain megotori, membuang sampah dapat menyulitkan usaha
pencarian dan pertolongan bagi pendaki yang tersesat atau mengalami
kecelakaan, kerap kali usaha pencarian oarang tersesat terbantu dengan
petunjuk dari barang-barang yang tercecer.
0 comments:
Post a Comment